Keluarga berperan penting dalam proses terapi penyembuhan strok. Dok/Antara |
Jakarta (Globalasia 48 co.id) – Praktisi kesehatan ahli terapi okupasi Endang Widiyaningsih, mengatakan keluarga berperan penting dalam proses terapi penyembuhan pasien strok karena terapi penyembuhan stroke mayoritas dilakukan dalam pengawasan keluarga di rumah.
“Penting sekali karena keluarga membantu sekali selama 24 jam di rumah dibandingkan terapi di Rumah Sakit yang durasi maksimalnya hanya satu jam,” ujarnya ketika ditanyakan perihal seberapa penting peran keluarga dalam terapi penyembuhan stroke dalam acara diskusi terkait peran terapi okupasi bagi pasien strok yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Ia mengatakan pengobatan pasien stroke memerlukan dukungan keluarga karena terapi penyembuhan strok di rumah sakit dilakukan dalam durasi maksimal satu jam dengan intensitas terapi satu sampai tiga hari per minggunya.
Selebihnya, lanjutnya, terapi penyembuhan strok dilakukan di rumah berdasarkan rekomendasi dan standar operasional prosedur (SOP) dari terapis okupasi.
“Jika keluarga tidak terlibat, maka juga akan berpengaruh dengan hasil terapi yang akan didapat,” ujar praktisi yang praktik di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Mahar Mardjono, Jakarta itu.
Dia juga mengatakan keluarga yang membantu terapi penyembuhan strok perlu memperhatikan beberapa aspek dalam terapi tersebut agar dapat memperoleh hasil yang maksimal.
Misalnya, lanjut Endang kembali, menjelaskan dalam contoh kegiatan latihan makan, keluarga perlu memperhatikan bagaimana cara pasien memegang alat makan (handling) agar pasien strok dapat kembali melakukan hal tersebut seperti semula.
“Kalau pasien tidur, perhatikan juga positioning nya. Kalau tidur sisi tubuh yang tidak bisa digerakkan, tidak boleh tertindih karena akan mempengaruhi proses penyembuhannya, maka perlu diganjal dengan bantal,”terangnya, berita dikutip dari Antara.
Terapi okupasi adalah perawatan yang mempunyai tujuan untuk membantu seseorang yang mempunyai keterbatasan fisik, mental, serta kognitif.
Terapi okupasi telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 571 Tahun 2008 yang berperan dalam membantu meningkatkan kualitas hidup pasien agar dapat hidup mandiri dengan baik meskipun dengan memodifikasi alat, cara, dan lingkungannya. GA/Antara