Opini : Deferi Zan DPP KWI Perjuangan
Sambil menikmati segelas kopi, hati penulis terengah, kala membaca Surat Teguran LHP BPK TA 2022, Nomor:30/B/LHP/tanggal 16 Mei 2023 yang ditujukan pada rekan-rekan Media Harian, Mingguan dan Media Online.
Selain itu, media Elektronik mereka (rekan-rekan media -red) di minta mengambil surat teguran LHP di sekretariatan DPRD Kabupaten, Lampung Utara, dan isi dari LHP itu, media yang tertera di minta mengembalikan kelebihan bayar dana yang dimungkinkan telah tersampaikan pada media tersebut.
Di LHP, tercatat ada 498 media yang dimungkinkan “bermasalah”. Sambil merenung, penulis mengingat keluhan salah satu rekan wartawan yang ingin meminjam uang.
Dia mengaku, akan melunasi hutang itu saat nanti pencairan dana media disekretariatan Dewan. Dan, persyaratannya telah dilengkapi. Dia telah mengumpulkan pengajuan pembayaran media atau SPJ beberapa bulan penayangan berita dimedianya yang belum kunjung terbayar dari pihak sekretariat dewan.
Tapi, mengapa nama medianya ada dalam LHP tersebut dan ini menjadi pertanyaan penulis. Dengan iseng, penulis menyimak daftar nama-nama media dan nilai kelebihan bayar yang mesti dikembalikan ke kas daerah.
Dari LHP, tertera angka Rp963 juta atau hampir mendekati satu milyar. Nilai yang sangat fantastik untuk di telaah ulang bagi media yang mendapat dana 105 juta dan itu sangat tidak masuk akal dan disini APH tidak susah payah untuk menelusuri rekening siapa penerimanya apakah rekening pribadi atau kah rekening perusahaan tempat wartawan bekerja.
Sebab, ditemukan adanya kejanggalan pada daftar tersebut. Yakni: ada media yang mendapat aliran dana puluhan juta, bahkan ada yang ratusan juta.
Sementara, ada media yang mendapat dana hanya kisaran puluhan ribu rupiah. Angka nominal, yang tidak berimbang coba cek nama media dan perusahaan itu apakah benar perusahaan media atau kongkalikong oknum yang mengatur pembayaran.
Uniknya, media penerima dana dengan angka fantastik itu, ada yang tidak diketahui nama medianya.
Menyoal permasalahan yang dialami rekan yang telah menyampaikan SPJ, penulis bergumam bila belum terbayar, pihak dewan masih terhitung terhutang sesuai dengan nilai kontrak yang telah disepakati.
Tapi, bila ada tagihan pengembalian kelebihan bayar tercantum di LHP, sementara SPJ belum dibayarkan, ada apa di dewan.
Menyoal carut marut anggaran itu, pihak APH harus jeli untuk membongkar “mafia” media yang dimungkinkan ada di sekretariatan dewan.
APH dapat berkoordinasi dengan pihak Inspektorat ke mana masuknya aliran dana media tersebut.
Sebab, Sekretariatan DPRD tidak mungkin tidak tahu, nilai anggaran yang telah dikucurkan ke setiap media yang telah menjalin kontrak.
Berarti, dimungkinkan ada dugaan oknum di dewan telah bermain dianggaran tersebut.
Menyelidiki aliran dana ke media yang nilainya pantastik sangat besar seperti contoh media siber untuk perbandingan seperti media petisi.co dengan nilai Ratusan juta rupiah sedangkan media elektronik hanya jutaan rupiah dan koran ratusan ribu rupiah ketimpangan anggaran yang dibayarkan oleh pihak sekretariat dewan begitu mencurigakan. (***)